Untuk yang belum baca cerita bagian pertamanya, silahkan klik Judul dibawah ini:
Cerpen | Cinta Hilang Berkembang Bag I
Dan ayo kita simak sambungan ceritanya, enjoy :D
"HEEEYY..!!" Aku berteriak sambil berlari sekuat tenaga menghampiri wanita itu, namun dia sudah berada didepan dinding Jembatan yang tingginya sekitar satu meter. Dia mencoba naik keatas pembatas Jembatan itu, aku, berteriak sambil mencoba meraih wanita itu, namun kedua kakinya sudah berdiri diatas dinding pembatas jembatan dan seolah-olah telah siap untuk melompat. Aku tak berdaya, aku hanya telat beberapa langkah saja untuk menahan lari dia. Sekarang dia sudah kembali berdiri dipinggir Jembatan itu, seperti pertama tadi aku melihatnya. Akupun hanya bisa terdiam, terpaku menatap dia yang bersiap akan melompat. Kalau aku memaksa mencoba meraihnya lagi, kemungkinan dia akan terjatuh, jadi hanya ini yang bisa aku lakukan, berdiri dibawah menatap dia.
Wanita itu belum melompat, dia kembali hanya berdiri sambil menangis. Dia menatapku, dengan tatapannya yang tajam, bola matanya yang indah, sedikit agak bengkak, mungkin akibat kebanyakan menangis, lalu aku liat dia menggerakkan bibirnya yang manis, "Kenapa kamu begitu peduli sama aku? Apakah kamu kenal aku???," dia masih berdiri menghadap kejurang yang gelap, namun wajahnya menengok kearah aku. Hmm, mendengar dia bicara, aku jadi sedikit tenang. aku menarik nafasku dalam-dalam. Dan aku duduk dipembatas Jembatan itu, tepat dekat tempat ia berdiri.
"Namaku Heru. Temanku biasa memanggil aku Liam, karena aku sangat tergila-gila dengan band Oasis, yang vokalisnya bernama Liam Galagher. tapi jujur, sebagus apapun nama itu, se keren apapun nama itu, aku gak suka panggilan itu, aku lebih suka hanya dipanggil dengan nama asliku, yaitu Heru." Aku sambil tersenyum dan duduk santai, aku mencoba mencairkan suasana. Namun dia yang masih berdiri dengan raut wajah penuh kebencian dan emosi langsung membentak aku. "Apa maksud kamu? Aku nggak nanya siapa kamu, tapi aku bertanya, apa kamu kenal aku? Itu saja!!" Suara wanita itu sangat keras membentak aku, sehingga kembali memancing orang-orang sekitar untuk menghampiri kami. "Ibuku dulu cerita, ketika aku baru lahir, ayahku dengan bahagianya menyiapkan nama untuk aku. Dia berusaha memikirkan nama apa yang pantas untuk anaknya, sementara ibuku berbaring lemah, karena telah dengan susah payah, berlumuran darah mengeluarkan aku sang bayi kecil dari perutnya. Kamu tau apa yang aku maksud? Betapa hidup kita begitu berharga, begitu di harapkan, begitu diagungkan oleh kedua orang tua kita. Rasa cinta mereka sama kita melebihi apapun. Sang ayah, rela menghabiskan waktu kerjanya hanya untuk mencari nama anaknya agar terlihat baik. Sang ibu apalagi, bayangkan, mengandung sembilan bulan, serta mengeluarkan kita dari rahim yang sakitnya bisa kamu bayangkan, demi apa? Demi kita sebagai anaknya!!, apa kita rela mau membunuh apa yang menjadi kebanggan mereka?" aku kembali berucap, sambil perlahan aku mencoba berdiri mendekati dia. "tapi kamu tak tahu apa-apa tentang masalah aku!" dia membentakku.
"Aku bangga memiliki kedua orang tua yang begitu menyayangi aku, mulai dari aku dalam kandungan, sampai aku bisa sebesar ini, itu berkat kasih sayang orang tua ku. Kalau aku jadi kamu, seberat apapun masalah aku, aku gak akan berani menghilangkan nyawa kebanggaan orang tuaku" ucapku. wanita itu hanya menangis bahkan semakin keras tangisannya, lalu perlahan dia berpaling kearah aku, dan tiba-tiba dia memukuli dada aku, sambil menangis sesegukan. "Kenapa hidupku kayak gini??? Kenapa Tuhan tak adil? Kenapa hatiku terasa sakiiiit? Kenapaaaa! Keenaapaaaaa???!!! Hiks hiks hiks.... Aku rindu Ibukuu..!! Huuhuu.." dia menangis dan berteriak-teriak kearahku... "sabar-sabar.. Emang apa masalah kamu?" tanyaku sambil memegangi kedua tangannya yang terus memukuli aku. Wanitaa itu malah terus menangis histeris seperti anak balita kehilangan mainannya.
Mas Heru, sudah malam mas, kok masih berduaan disini? Ayo pulang mas, sudah, lanjut aja besok pagi pacarannya, ndak bae berduaan malem-malem" tiba-tiba seorang warga yang tadi menghampiri aku, menegurku. "ooh.. ya mas, kami akan segera turun dan pulang" ujarku kepada warga yang menengurku. "Sekarang kamu ikuti aku, jangan kabur lagi." Aku turun dari dinding pembatas jembatan dan sambil memegangi tangannya, lalu perlahan aku ajak dia turun dari dinding pembatas itu. Kali ini, aku tidak akan melepaskan tangannya, takut dia kembali berlari seperti sebelumnya, dan dia pun ternyata mengikuti langkahku.
Fiuuuh.. malam yang sangat melelahkan buatku, dan waktu sekarang sudah menunjukan pukul setengah sembilan malam. Aku berjalan menuju rumahku yang tak jauh dari Jembatan itu, entah apa yang ada dibenakku, aku pulang sambil membawa seorang wanita yang tidak kukenal kerumahku. tetapi, kalau aku tidak membawanya, kemungkinan dia sudah terjun ke jembatan tadi, dan kemungkinan nyawanya sudah tak tertolong lagi. Lalu, kenapa aku begitu peduli sama orang ini? Apa karena dia perempuan cantik, sehingga aku mau menolongnya, atau ini hanya naluri sisi kemanusiaanku saja yang berbicara? Entahlah.
Aku sudah berada di depan pintu rumahku yang sederhana, belum sempat aku mengetuk pintu, perempuan itu melepaskan pegangan tanganku. "Sepertinya aku nggak bisa ikut masuk kerumahmu, biarkan aku pergi saja, aku cuma bisa bilang, terima kasih sama kamu yang sudah mencegah aku dari ke khilafan." Perempuan itu berbicara sambil menatap mataku. "Oke, tapi aku belum mengenal kamu, belum tahu nama kamu, dan apa masahal kamu sehingga sampai berani mau mengakhiri hidup ini" akupun bertanya. "Kamu nggak perlu tau, dan nggak penting juga buat kamu, toh selama ini, nggak ada orang yang mau peduli sama hidupku, semuanya hanya mementingkan hidupnya sendiri, hanya mau enaknya saja..!" Sambil berkaca-kaca dia kembali berucap.
Suara pintu rumahku terdengar terbuka, dan ternyata ibuku keluar dari balik pintu itu "Lho, Heru.. Kok ngobrol di depan sini? Ayo masuk, dan siapa perempuan cantik ini? Yuk terusin ngobrolnya di dalam" Ibuku yang ramah menyapa kami sambil tersenyum. Ibuku sama sekali tidak memperlihatkan kebingungan atau kemarahan di raut wajahnya, dia hanya tersenyum tulus kearah wanita itu. Dan tak disangka, aku sekilas perhatikan, wanita itu pun menyunggingkan bibrnya membalas senyuman ibuku. "Mari masuk" Ibuku berujar sambil berjalan memasuki pintu depan rumahku. Aku raih tangan wanita itu, dan melangkah menuju pintu, di pun mengikutinya tanpa penolakan.
Itulah awal dari kisahku ini. Aku bertemu dengan seorang wanita yang akan membunuh dirinya sendiri, lalu aku menggagalkannya, dan mengajak dia kerumahku. Ketika aku dan wanita itu berada dirumahku, dia menceritakan semua masalah yang dia hadapi. Kenapa dia sampai nekat mau menghabisi hidupnya.
'Ismi Sari Amanda' biasa dipanggil Ismi. Itulah nama perempuan itu. Dia adalah seorang perantau asal luar pulau jawa, yang sudah bekerja disebuah Franchise atau waralaba terkenal. Dia tinggal disebuah rumah kost wanita yang lumayan jauh dari tempat tinggalku
Apa sih yang melatar belakangi permempuan ini sampai nekad mau mengakhiri hidupnya? Hmm.. Setelah aku selidiki, ternyata masalah dia adalah, dia menjalin hubungan asmara dengan seorang pria. Namun hubungan mereka berakhir setelah lelaki itu meninggalkan dia. Yang membuatnya tak bisa terima, lelaki itu pergi dengan perempuan lain. Dan yang lebih menyakitkan buat dia, sampai dia gelap mata, Ternyata dia sudah mengandung seorang jabang bayi dalam perutnya! Alasan lelaki mantannya tersebut memutuskan dia, karena pria itu ngotot kalau bayi dalam kandungannya adalah bukan hasil hubungan dengan dia. Pria itu menuduh dia selingkuh dengan lelaki lain, padahal, dia sampai hamil itu adahal murni hasil hubungan suka sama suka dia dengan mantannya tersebut. Itu yang dia ceritakan dirumahku malam itu. Tapi beruntung, ibuku mendampingi dia bercerita semua hal tentang permasalahannya, sehingga ibuku yang bijak sekaligus memberi dia saran dan nasihat agar dia tidak melakukan hal yang dilarang agama itu.
Kembali, aku masih berdiri disini, diujung Jembatan ini. Aku hanya seorang diri, walau banyak orang berlalu lalang, mereka tidak menghiraukan aku. Ah... Apa peduli mereka tentang hidupku. Hidupku sudah berakhir semenjak dia meninggalkan aku. Ya.. Wanita yang dulu aku tolong dan bantu menggagalkan untuk mengakhiri hidupnya, sempat menjadi kenangan terindahku. Saat itu, setelah dia cerita dan terbuka kepada aku dan ibuku, perihal permasalahannya, dia bisa bangkit, dan bisa meneruskan hidupnya. dan yang semakin dia bisa melupakan masalahnya itu adalah, aku bersedia menjadi pendamping hidupnya! Aku berjanji sama dia kalau aku mau menjadi ayah dari bayi yang dikandungnya, aku bersedia menjadi imam untuk dia dan anaknya kelak.
Entah apa yang aku pikirkan saat itu? Sehingga aku sampai rela dan mau menjadikan dia teman hidupku sekaligus menjadi istriku. Mungkin untuk seorang pemuda biasa, akan berpikir berkali-kali mau menerima seorang calon istri yang sudah berjabang bayi. Tapi aku tidak. Aku terkesan ketika aku menatap matanya, senymnya yang ceria, parasnya yang cantik dan penampilannya yang sederhana, itulah alasan aku mau bersamanya.
Lalu kenapa aku sekarang berdiri disini, diatas Jembatan tempat dia dulu berniat akan menghabisi nyawanya sendiri? Padahal setelah dia hadir dihidupku, hari-hariku pun menjadi ceria, dan bersemangat untuk mencari pekerjaan.
"Beberapa Bulan kedepan, ketika bayi kita sudah enam atau tujuh bulan, aku akan melamarmu, dan kita nanti akan hidup bersama. Kamu tidak usah in the kost sendiri lagi, nanti aku yang akan menemanimu sayang" ujarku, ketika aku bersama dia bertemu. "Terima kasih cinta, kamu sudah mau menerima aku dalam keadaan seperti in. Aku sangat menghargai kamu sbagai lelaki, yang tak memikirkan status aku, dan keadaanku sekarang. Aku sangat sayang kamu Heru!" Ismi bersandar di dadaku, airmatanya berlinang, mungkin dia tidak menyangka setelah dia dicampakkan mantannya, dia akan kembali menemukan sosok pria lain yang menggantikannya..
Hari-hari aku bersamanya sangat bahagia, seolah dunia milik bersama. perut dia yang berusia 3 bulan, belum begitu terlihat membesar, sehingga dia masih bisa bekerja, dan belum mengambil cuti hamil. Setiap hari aku menjemputnya pulang pukul 7 malam, aku masih belum bisa mendapat pekerjaan yang layak, jadi kadang-kadang dia yang memberi aku uang untuk berangkat mencari pekerjaan.
Aku dan dia sangat bahagia dalam satu ikatan janji manis nan suci, janji yang aku idam-idamkan, dan aku cita-citakan. Apa yang aku ingin, yaitu memiliki Istri cantik dan bayi mungil akan segera terwujud. Lalu kenapa sekarang malah aku yang akan mengakhiri hidup? Ah, bullshit! Aku sudah tidak peduli semuanya.. Mimpiku, harapanku, hilang sudah.. Aku lebih baik mati disini, mengubur semua kenangan indah itu.
aku berdiri diatas dinding pembatas Jembatan ini. Kupejamkan mataku, kurentangkan kedua tanganku.. Sekarang saatnya aku untuk mengakhiri semuanya.....
Lalu tiba-tiba...
Bersambung..
Wanita itu belum melompat, dia kembali hanya berdiri sambil menangis. Dia menatapku, dengan tatapannya yang tajam, bola matanya yang indah, sedikit agak bengkak, mungkin akibat kebanyakan menangis, lalu aku liat dia menggerakkan bibirnya yang manis, "Kenapa kamu begitu peduli sama aku? Apakah kamu kenal aku???," dia masih berdiri menghadap kejurang yang gelap, namun wajahnya menengok kearah aku. Hmm, mendengar dia bicara, aku jadi sedikit tenang. aku menarik nafasku dalam-dalam. Dan aku duduk dipembatas Jembatan itu, tepat dekat tempat ia berdiri.
"Namaku Heru. Temanku biasa memanggil aku Liam, karena aku sangat tergila-gila dengan band Oasis, yang vokalisnya bernama Liam Galagher. tapi jujur, sebagus apapun nama itu, se keren apapun nama itu, aku gak suka panggilan itu, aku lebih suka hanya dipanggil dengan nama asliku, yaitu Heru." Aku sambil tersenyum dan duduk santai, aku mencoba mencairkan suasana. Namun dia yang masih berdiri dengan raut wajah penuh kebencian dan emosi langsung membentak aku. "Apa maksud kamu? Aku nggak nanya siapa kamu, tapi aku bertanya, apa kamu kenal aku? Itu saja!!" Suara wanita itu sangat keras membentak aku, sehingga kembali memancing orang-orang sekitar untuk menghampiri kami. "Ibuku dulu cerita, ketika aku baru lahir, ayahku dengan bahagianya menyiapkan nama untuk aku. Dia berusaha memikirkan nama apa yang pantas untuk anaknya, sementara ibuku berbaring lemah, karena telah dengan susah payah, berlumuran darah mengeluarkan aku sang bayi kecil dari perutnya. Kamu tau apa yang aku maksud? Betapa hidup kita begitu berharga, begitu di harapkan, begitu diagungkan oleh kedua orang tua kita. Rasa cinta mereka sama kita melebihi apapun. Sang ayah, rela menghabiskan waktu kerjanya hanya untuk mencari nama anaknya agar terlihat baik. Sang ibu apalagi, bayangkan, mengandung sembilan bulan, serta mengeluarkan kita dari rahim yang sakitnya bisa kamu bayangkan, demi apa? Demi kita sebagai anaknya!!, apa kita rela mau membunuh apa yang menjadi kebanggan mereka?" aku kembali berucap, sambil perlahan aku mencoba berdiri mendekati dia. "tapi kamu tak tahu apa-apa tentang masalah aku!" dia membentakku.
"Aku bangga memiliki kedua orang tua yang begitu menyayangi aku, mulai dari aku dalam kandungan, sampai aku bisa sebesar ini, itu berkat kasih sayang orang tua ku. Kalau aku jadi kamu, seberat apapun masalah aku, aku gak akan berani menghilangkan nyawa kebanggaan orang tuaku" ucapku. wanita itu hanya menangis bahkan semakin keras tangisannya, lalu perlahan dia berpaling kearah aku, dan tiba-tiba dia memukuli dada aku, sambil menangis sesegukan. "Kenapa hidupku kayak gini??? Kenapa Tuhan tak adil? Kenapa hatiku terasa sakiiiit? Kenapaaaa! Keenaapaaaaa???!!! Hiks hiks hiks.... Aku rindu Ibukuu..!! Huuhuu.." dia menangis dan berteriak-teriak kearahku... "sabar-sabar.. Emang apa masalah kamu?" tanyaku sambil memegangi kedua tangannya yang terus memukuli aku. Wanitaa itu malah terus menangis histeris seperti anak balita kehilangan mainannya.
Mas Heru, sudah malam mas, kok masih berduaan disini? Ayo pulang mas, sudah, lanjut aja besok pagi pacarannya, ndak bae berduaan malem-malem" tiba-tiba seorang warga yang tadi menghampiri aku, menegurku. "ooh.. ya mas, kami akan segera turun dan pulang" ujarku kepada warga yang menengurku. "Sekarang kamu ikuti aku, jangan kabur lagi." Aku turun dari dinding pembatas jembatan dan sambil memegangi tangannya, lalu perlahan aku ajak dia turun dari dinding pembatas itu. Kali ini, aku tidak akan melepaskan tangannya, takut dia kembali berlari seperti sebelumnya, dan dia pun ternyata mengikuti langkahku.
Fiuuuh.. malam yang sangat melelahkan buatku, dan waktu sekarang sudah menunjukan pukul setengah sembilan malam. Aku berjalan menuju rumahku yang tak jauh dari Jembatan itu, entah apa yang ada dibenakku, aku pulang sambil membawa seorang wanita yang tidak kukenal kerumahku. tetapi, kalau aku tidak membawanya, kemungkinan dia sudah terjun ke jembatan tadi, dan kemungkinan nyawanya sudah tak tertolong lagi. Lalu, kenapa aku begitu peduli sama orang ini? Apa karena dia perempuan cantik, sehingga aku mau menolongnya, atau ini hanya naluri sisi kemanusiaanku saja yang berbicara? Entahlah.
Aku sudah berada di depan pintu rumahku yang sederhana, belum sempat aku mengetuk pintu, perempuan itu melepaskan pegangan tanganku. "Sepertinya aku nggak bisa ikut masuk kerumahmu, biarkan aku pergi saja, aku cuma bisa bilang, terima kasih sama kamu yang sudah mencegah aku dari ke khilafan." Perempuan itu berbicara sambil menatap mataku. "Oke, tapi aku belum mengenal kamu, belum tahu nama kamu, dan apa masahal kamu sehingga sampai berani mau mengakhiri hidup ini" akupun bertanya. "Kamu nggak perlu tau, dan nggak penting juga buat kamu, toh selama ini, nggak ada orang yang mau peduli sama hidupku, semuanya hanya mementingkan hidupnya sendiri, hanya mau enaknya saja..!" Sambil berkaca-kaca dia kembali berucap.
Suara pintu rumahku terdengar terbuka, dan ternyata ibuku keluar dari balik pintu itu "Lho, Heru.. Kok ngobrol di depan sini? Ayo masuk, dan siapa perempuan cantik ini? Yuk terusin ngobrolnya di dalam" Ibuku yang ramah menyapa kami sambil tersenyum. Ibuku sama sekali tidak memperlihatkan kebingungan atau kemarahan di raut wajahnya, dia hanya tersenyum tulus kearah wanita itu. Dan tak disangka, aku sekilas perhatikan, wanita itu pun menyunggingkan bibrnya membalas senyuman ibuku. "Mari masuk" Ibuku berujar sambil berjalan memasuki pintu depan rumahku. Aku raih tangan wanita itu, dan melangkah menuju pintu, di pun mengikutinya tanpa penolakan.
Itulah awal dari kisahku ini. Aku bertemu dengan seorang wanita yang akan membunuh dirinya sendiri, lalu aku menggagalkannya, dan mengajak dia kerumahku. Ketika aku dan wanita itu berada dirumahku, dia menceritakan semua masalah yang dia hadapi. Kenapa dia sampai nekat mau menghabisi hidupnya.
'Ismi Sari Amanda' biasa dipanggil Ismi. Itulah nama perempuan itu. Dia adalah seorang perantau asal luar pulau jawa, yang sudah bekerja disebuah Franchise atau waralaba terkenal. Dia tinggal disebuah rumah kost wanita yang lumayan jauh dari tempat tinggalku
Apa sih yang melatar belakangi permempuan ini sampai nekad mau mengakhiri hidupnya? Hmm.. Setelah aku selidiki, ternyata masalah dia adalah, dia menjalin hubungan asmara dengan seorang pria. Namun hubungan mereka berakhir setelah lelaki itu meninggalkan dia. Yang membuatnya tak bisa terima, lelaki itu pergi dengan perempuan lain. Dan yang lebih menyakitkan buat dia, sampai dia gelap mata, Ternyata dia sudah mengandung seorang jabang bayi dalam perutnya! Alasan lelaki mantannya tersebut memutuskan dia, karena pria itu ngotot kalau bayi dalam kandungannya adalah bukan hasil hubungan dengan dia. Pria itu menuduh dia selingkuh dengan lelaki lain, padahal, dia sampai hamil itu adahal murni hasil hubungan suka sama suka dia dengan mantannya tersebut. Itu yang dia ceritakan dirumahku malam itu. Tapi beruntung, ibuku mendampingi dia bercerita semua hal tentang permasalahannya, sehingga ibuku yang bijak sekaligus memberi dia saran dan nasihat agar dia tidak melakukan hal yang dilarang agama itu.
Kembali, aku masih berdiri disini, diujung Jembatan ini. Aku hanya seorang diri, walau banyak orang berlalu lalang, mereka tidak menghiraukan aku. Ah... Apa peduli mereka tentang hidupku. Hidupku sudah berakhir semenjak dia meninggalkan aku. Ya.. Wanita yang dulu aku tolong dan bantu menggagalkan untuk mengakhiri hidupnya, sempat menjadi kenangan terindahku. Saat itu, setelah dia cerita dan terbuka kepada aku dan ibuku, perihal permasalahannya, dia bisa bangkit, dan bisa meneruskan hidupnya. dan yang semakin dia bisa melupakan masalahnya itu adalah, aku bersedia menjadi pendamping hidupnya! Aku berjanji sama dia kalau aku mau menjadi ayah dari bayi yang dikandungnya, aku bersedia menjadi imam untuk dia dan anaknya kelak.
Entah apa yang aku pikirkan saat itu? Sehingga aku sampai rela dan mau menjadikan dia teman hidupku sekaligus menjadi istriku. Mungkin untuk seorang pemuda biasa, akan berpikir berkali-kali mau menerima seorang calon istri yang sudah berjabang bayi. Tapi aku tidak. Aku terkesan ketika aku menatap matanya, senymnya yang ceria, parasnya yang cantik dan penampilannya yang sederhana, itulah alasan aku mau bersamanya.
Lalu kenapa aku sekarang berdiri disini, diatas Jembatan tempat dia dulu berniat akan menghabisi nyawanya sendiri? Padahal setelah dia hadir dihidupku, hari-hariku pun menjadi ceria, dan bersemangat untuk mencari pekerjaan.
"Beberapa Bulan kedepan, ketika bayi kita sudah enam atau tujuh bulan, aku akan melamarmu, dan kita nanti akan hidup bersama. Kamu tidak usah in the kost sendiri lagi, nanti aku yang akan menemanimu sayang" ujarku, ketika aku bersama dia bertemu. "Terima kasih cinta, kamu sudah mau menerima aku dalam keadaan seperti in. Aku sangat menghargai kamu sbagai lelaki, yang tak memikirkan status aku, dan keadaanku sekarang. Aku sangat sayang kamu Heru!" Ismi bersandar di dadaku, airmatanya berlinang, mungkin dia tidak menyangka setelah dia dicampakkan mantannya, dia akan kembali menemukan sosok pria lain yang menggantikannya..
Hari-hari aku bersamanya sangat bahagia, seolah dunia milik bersama. perut dia yang berusia 3 bulan, belum begitu terlihat membesar, sehingga dia masih bisa bekerja, dan belum mengambil cuti hamil. Setiap hari aku menjemputnya pulang pukul 7 malam, aku masih belum bisa mendapat pekerjaan yang layak, jadi kadang-kadang dia yang memberi aku uang untuk berangkat mencari pekerjaan.
Aku dan dia sangat bahagia dalam satu ikatan janji manis nan suci, janji yang aku idam-idamkan, dan aku cita-citakan. Apa yang aku ingin, yaitu memiliki Istri cantik dan bayi mungil akan segera terwujud. Lalu kenapa sekarang malah aku yang akan mengakhiri hidup? Ah, bullshit! Aku sudah tidak peduli semuanya.. Mimpiku, harapanku, hilang sudah.. Aku lebih baik mati disini, mengubur semua kenangan indah itu.
aku berdiri diatas dinding pembatas Jembatan ini. Kupejamkan mataku, kurentangkan kedua tanganku.. Sekarang saatnya aku untuk mengakhiri semuanya.....
Lalu tiba-tiba...
Bersambung..
Pengarang cerita : Cho Layz
Buat sobat yang membaca cerita ini, sengaja saya buat bersambung lagi, dan akan berakhir dibagian tiga nanti. Kalau ada yang sempat membaca, tolong berikan komentarnya sob, karena ini pertama kalinya saya buat sebuah cerita, bagus atau jelek..? :D Kalau tidak sempat membaca, gak papa,terima kasih aja udah berkunjung ke Blog ini :D
Dan jangan lupa, follow me on twitter @Cho_Layz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar